Kamis, 17 November 2016

Praktikum 06 - Bahan Bangunan Laut

Praktikum keenam ini kami melakukan uji tarik baja.

Referensi :
 ASTM E8 - Tension Testing of Metallic Materials

Tujuan :
  • Menentukan hubungan tegangan dan regangan
  • Menentukan tegangan leleh baja
  • Menentukan tegangan tarik baja
  • Menentukan perpanjangan dan pengurangan luas area penampang
  • Menentukan modulus elastis baja
  • Menentukan tegangan runtuh baja
Penjalasan umum :
Uji tarik langsung dapat digunakan untuk mengetrahui sifat-sifat mekanik dari meterial seperti modulus young, tegangan leleh, tegangan tarik, dll. Beban uji diberi beban tarik dengan pertambahan beban konstan. Besarnya gaya yang bekerja pada benda uji dicatat menggunakan load celldan pertambahan panjang ini dicatat dengan menggunakan Linear Variable Differential Transformer (LVDT) pada setiap pertambahan beban.
Hasil uji tarik akan menghasilkan kurva regangan tegangan

Alat :
  • Jangka sorong
  • Universa Testing Machine
  • LVDT
  • Load cell
  • Data logger
  • Strain Gauge
  • Benda uji berupa baja :
    • Polos diameter 8mm
    • Polos diameter 10mm
    • Polos diameter 12mm
    • Ulir diameter 10mm
    • Ulir diameter 13mm
    • Ulir diameter 15mm
    • Ulir panjang diameter 10mm
    • Ulir panjang diameter 13mm
Prosedur :
  1. Siapkan benda uji
  2. Ukur massa, panjang, dan diameter masing-masing benda uji
  3. Pemasangan benda uji ke mesin UTM
  4. Pelansanaan pengujian

Kamis, 10 November 2016

Praktikum 05 - Bahan Bangunan Laut

Praktikum kali ini, kami kembali menguji beton kami untuk uji tekan 14 hari. Alat dan metode praktikum sama seperti praktikum sebelumnya (ada pada postingan sebelumnya).

Hasil Percobaan

Beton 1
Massa : 12,02 kg
Luas penampang : 176,714 cm2
Beban maks : 23200 kg
Kuat tekan = 131,286 kg/cm2

Beton 2

Massa : 12,04 kg
Luas penampang : 176,714
Beban maks : 20800 kg
Kuat tekan = 117,70 kg/cm2

Untuk beton k-200 14 hari, maka kekuatan yang diharapkan adalah 0,88 dari kekuatan beton, yaitu 176kg/cm2. Oleh karena itu, maka beton buatan kami belum mencapai kuat uji tekan yang diinginkan

Rabu, 02 November 2016

Praktikum 04 - Bahan Bangunan Laut

Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji tekan beton. Uji tekan beton berusia 7 hari ini dilakukan menggunakan alat UTM untuk menguji. Beton yang diuji adalah beton yang sudah dicapping terlebih dahulu

Saya dan teman saya berpose didepan mesin UTM

Beton yang sedang diuji tekan

Hasil uji tekan

Beton yang hancur setelah uji tekan

Pada praktikum kali ini, kami menguji 2 buah beton yang telah kami buat

Beton 1
Massa : 11,90 kg
Luas penampang : 176,714 cm2
Beban maks : 14000 kg
Kuat tekan = 79,22 kg/cm2

Beton 2
Massa : 11,96 kg
Luas penampang : 176,714
Kuat tekan = 82,05 kg/cm2

Seharusnya, kuat tekan beton mencapai 130 kg/cm2. Kedua beton yang diuji tidak mencapai target kuat tekan yang diprediksi. Menurut analisa kami, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kuat tekan, yaitu :
  • Penggetaran yang tidak sempurna saat adonan dimasukkan ke cetakan
  • Curing yang tidak sempurna (kami praktikum di hari Jumat, sehingga baru mulai curing saat hari Senin)



Minggu, 30 Oktober 2016

TUGAS 06 - BAHAN BANGUNAN LAUT

PENGENALAN TEKNOLOGI MATERIAL KONSTRUKSI LOGAM

Pendahuluan

Siklus Material :
  1. Mining
  2. Smelting
  3. Forming
  4. Fabrication
  5. Operation & maintenance
  6. Corossion
Half Finished Products :
  • Plate
  • Sheet
  • Tube and Pipe
  • Profile Structure
  • Wire and Wire Rope

Engineering Material

Jenis-jenis logam dan paduan :
  • Baja (Steel)
    • Baja karbon, baja paduan
  • Besi cor (cast iron)
  • Alumunium dan paduannya
  • Tembaga dan paduannya
  • Titanium dan paduannya
  • Superalloys
  • Timah dan paduannya
Alloy adalah material yang tersusun dari campuran zat

Sifat fisik material :
  • Titik cair
  • Massa jenis
  • Konduktivitas panas
  • Konduktivitas listrik
  • Koefisien muai
Sifat mekanik material :
  • Kekuatan luluh
  • Keuatanb tarik
  • Perpanjangan
  • Kekerasan
  • Harga impact
  • Batas lelah
  • Batas mulur
  • Ketahanan aus
Sifat kimia material :
  • Ketahanan korosi
Sifat teknologi :
  • Castability
  • Formability
  • Weldability
  • Hardenability
  • Machinability

Pengujian Mekanik

Uji tarik (tension test)
  • Sifat yang diperoleh
    • Kekuatan tarik
    • Kekuatan luluh
    • Keuletan
    • Ketangguhan
    • Modulus elastisitas
  • Sample
    • Lokasi pengambilan sample, bentuk, dan dimensi spesimen uji tarik harus mengikuti standar
    • Dimensi utama dari sample uji tarik adalah :
      • Luas penampang melintang awal
      • Panjang uji awal
    • Metode :
      • Spesimen uji tarik dijepit di kedua ujung dan ditarik dengan kecepatan konstan
      • Spesimen akan bertambah panjang
      • Load cell akan mencatat reaksi berupa gaya tarik

    • Daerah elastis, tegangan sebanding dengan regangan (hukum hooke)
    • Daerah plastis, deformasi terjadi bila tegangan kerja melebihi kekuatan luluh sehingga terjadi perubahan bentuk permanen
Ketangguhan material ditunjukkan oleh energi yang mampu diserap sampai patah
Kurva ketangguhan
Sumber : http://www1.us.elsevierhealth.com/books.elsevier/companionsites/JenkinsKhanna/mmd/axial-tension/Image43.gif
Impact Test
  • Dilakukan untuk mendapatkan data keuletan
  • Spesimen dibeberikan beban tiba-tiba
  • Besarf energi yang digunakan untuk mematahkan spesimen diukur dengan metode charpy
Impact test metode charpy
Sumber : http://www.twi-global.com/_resources/assets/inline/full/0/9757.gif

Uji kelelahan
  • Material bila menerima beban dinamis kelakuannya tidak sama bila dibandingkan dengan kelakuannya pada pembebanan statis
  • Batas fatigue dan kekuatan fatigue material dipengaruhi :
    • Ukuran komponen
    • Konsentrasi tegangan
    • kekasaran permukaan
    • Tegangan sisa


Kamis, 27 Oktober 2016

Praktikum 3 - Bahan Bangunan Laut

Pada praktikum kali ini, kami menggunakan data-data dari praktikum sebelumnya untuk membuat beton yang sesungguhnya. Berikut adalah hasil dari hitungan kami
Langkah-langkah pengerjaan kali ini mengikuti dengan postingan saya sebelumnya, yaitu pada praktikum 2. Tetapi pada pengerjaannya, yang kami lakukan adalah :
  1. Menyiapkan bekisting terlebih dahulu. Pastikan bekisting dapat tertutup rapat


  2. Oleskan bekisting dengan oli agar licin sehingga beton tidak menempel
  3. Menimbang seluruh bahan-bahan yang diperlukan, mulai dari agregat halus, agregat kasar, semen, dan air sesuai dengan data-data yang sudah ada
  4. Memasukkan seluruh bahan-bahan yang sudah dipersiapkan kedalam molen
  5. Nyalakan molen untuk mencampur seluruh bahan. Pada langkah ini kami hanya melihat saja karena dikerjakan oleh petugas
  6. Hasil dari molen dimasukkan kedalam bekisting sambil diaduk dengan vibrator agar adonan padat
  7. Setelah itu, beton didiamkan selama kurang lebih 24 jam hingga kering dan mengeras

Perawatan (Curing) Beton Silinder

Tujuan : Membantu berlangwsungnya reaksi kimia yang terjadi antara senyawa pembentuk beton

Alat/kondisi :
  • Ruangan lembab dengan kelembaban relatif tidak kurang dari 95%
  • Bak yang diisi air kapur jenuh untuk curing
Benda uji : beton silinder
Prosedur
  1. Keluarkan beton dari bekisting

  2. Masukkan kedalam bak curing


Capping Beton Silinder

Tujuan : Capping dilakukan untuk memastikan distribusi beban aksial yang merata ke seluruh bidang tekan silinder dalam rangka mempersiapkan beton untuk pengujian kuat tekan.

Alat :
  • Cetakan capping yang memiliki ukuran yang sesuai dengan dimensi spesimen
  • Alat untuk mencairkan belerang yang dilengkapi dengan pemanas api
Prosedur Praktikum :
  1. Siapkan serbuk belerang atau senyawa capping, pemanas dengan suhu sampai 130 derajat celsius
  2. Lelehkan serbuk belerang atau senyawa capping
  3. Setelah menjadi cair, aduk belerang cair sebelum dituangkan kedalam cetakan capping
  4. Tuangkan belerang cair keadlam cetakan kemudian letakan beton silinder dengan kedua tangan diatasnya. Pastikan ujung silinder beton sebelum diletakkan dalam cetakan dalam keadaan kering
  5. Langkah ke-4 harus dilakukan dengan cepat sebelum sulfur cair membeku
  6. Ketebalan capping harus sekitar 3 mm dan tidak melebihi 8mm
  7. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, caping harus didiamkan dahulu agar memiliki kekuatan yang sebanding dengan beton

Sabtu, 22 Oktober 2016

Tugas 05 - Bahan Bangunan Laut

DASAR TEKNOLOGI BAJA


Rangkaian Proses Pembuatan Baja

Sejarah singkat :
  1. 6000 tahun lalu - Peradaban zaman tersebut menggunakan bijih besi yang ditemukan dari meteorit untuk membuat alat
  2. 1400 SM - tungku pembuatan besi pertama
  3. 300 SM - Besi mentah mulai digunakan di Africa timur dan India
  4. 1885 - Henry Bessemer mematenkan prosesnya dalam mengolah besi
  5. Sekarang - besi digunakan dengan pengolahan seperti cara Bessemer
Bijih besi pada umumnya :
  1. Hematit (Fe2O3)
  2. Magnetit (Fe3O4)
  3. Limonit (Fe2O3.xH2O)
Hematit paling banyak dimanfaatkan karena kadar besinya tinggi (mencapai 66%) dan kadar kotorannya relatif rendah

Proses pembuatan besi :
  • Jalur reduksi langsung
    • Menggunakan gas alam untuk mereduksi besi
    • Gas alam dipanaskan sampai suhu 900 derajat celsius direaksikan dengan air, sehingga menghasilkan gas hidrogen dan CO
    • Keduanya akan mereduksi oksigen dari besi
    • Pelet bijih besi berubah menjadi besi spons. 
    • Besi spons masih terlalu tinggi kadar karbonnya dan mengandung unsur pengotor
    • Besi spons dilebur di tungku busur listrik atau eletric arc furnace menjadi baja cair
    • Baja cair dituang dengan proses pengecoran kontinu menjadi billet dan slab
Proses pembuatan besi jalur reduksi langsung
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiND0gQSQ3xqJbPuHk6nM3UbxgDaw1wbE2aY0PDybhQR_3yPOhsnwrDeKGQHC95tGR5AJiosaO_HsiOdTqs-EfdpPRHxJJBMtqehnmijtE2PG-9PiLPO_OjVyfkFsxzlsErsDkbRmhy_RY/s1600/hotlink.jpg



  • Jalur Blast Furnace
    • Bijih besi dicampur kokas dan dipanaskan dalam klinker bernama slinter
    • Jijaduoerikeg dari batubara dan dipanaskan dengan coke oven
    • Bijih besi, kokas, batu kapur, dan udara panas dipadu dalam blast furnace
    • Besi dihasilkan, tetapi masih mengandung karbon berlebih (disebut pig iron)
    • Digunakan batu kapur untuk mengikat kotoran-kotoran dalam bijih besi
    • Blast furnace menghasilkan beso kasar cair (molten iron)
    • MOlten iron akan dimasukkan ke Basic Oxygen Furnace atau Basic Oxygen Steelmaking
Proses blast furnace
Sumber : http://geo.msu.edu/extra/geogmich/images/blast_furnace.jpg
Proses Basic Oxygen Steelmaking
sumber : http://www.steelconstruction.info/images/thumb/0/01/BOS_process_cropped_2.PNG/300px-BOS_process_cropped_2.PNG

Konversi besi ke baja
  • Ekstra treatment sesuai mutu baja yang diinginkan
  • Bisa ditambah argon, injeksi powder atau wire, vacuum atau oemanasan tambahan
  • Mengurangi kadar hidrogen dan sulfur
  • Cara penuangan baja cair :
    • Ingot (bentuk balok baja)
    • Slab atau biller (continous casting)
Proses continuous casting
sumber : http://www.csc.com.tw/csc_e/pd/img/prs05.gif

Proses pembuatan produk setengah jadi

Hot rolling
  • Ingot, billet, dan slab dirol panas menjadi :
    • Flat product (plat)
    • Long product (baja profil, besi beton, dan batang kawat
    • Ingot, slab atau billet dipanaskan di tungku pemanas
    • Rolling dilakukan bertahap
Proses hot rolling
sumber : http://www.castrip.com/Process/Images/02castrip_process_lg.gif

Cold rolling
  • Plat dirubah menjadi lembaran / sheet
  • Dilanjutkan dengan proses pemanasan untuk melunakkan dan diakhiri dengan temper rolling untuk menyetrika
Hot forging
Untuk membuat komponen yang berukuran besar, misalnya poros turbin

Hot tube piercing
  • Tahap awal pembuatan pipa seamless dilakukan
  • Salah satu variannya adalah proses manessman
  • Pengecilan diameter pipa berdinding tebal dilakukan dengan proses hot tube rolling

Proses hot tube piercing
sumber : http://thelibraryofmanufacturing.com/imagesforming/rollpiercing.jpg

Pembuatan welded pipe
Dengan cara :
  • Longitudinal welded pipe
    • Bahan baku : plat baja hasil hot rolling
    • Proses pembentukan dengan roll forming bertahap
    • Pengelasan dilakukan dengan las tahanan listrik atau ERW (electric resistance welding)
    • Setelah dilas, pipa akan dicek dengan berbagai metode
Proses longitudinal welded pipe
sumber : http://www.piping-engineering.com/wp-content/uploads/2014/01/longitudinally-welded-pipe.jpg

  • Spiral welded pipe
    • Bahan baku pelat baja hasil hot rolling dapat dientuk menjadi pipa dengan alur spiral
    • Satu lembar pelat dapat dijadikan pipa dengan berbagai diaeter tergantung cetakan dan sudut pemasukan plat
    • Pengelasan dilakukan dengan SAW (Submereged Arc Welding) atau las busur terendam
Proses spiral welded pipe
sumber : http://www.supplysteelpipes.com/products/1-2-4b.jpg


Klasifikasi dan Standar

Jenis baja dikelompokkan sebagai :
  • Baja karbon (plain carbon steel)
    • Low carbon steel         : C < 0,25%
    • Medium carbon steel   : C = 0,25 - ,0,5%
    • High carbon steel         : C > 0,5%
  • Baja paduan (Alloy steel)
    • Low alloy steel   : E Unsur-unsur paduan < 8%
    • High alloy steel  : E unsur-unsur paduan > 8%
Standar yang banyak digunakan dalam industri baja :
  • AISI : American Iron & Steel Insittute
  • SAE : Society of Automotive Engineers
  • ASME : American Society of Mechanical Engineers
  • ASTM : American Socierty for Testing and Materials
  • DIN : Deutsche Industrie Norman
  • JIS : Japanese Industrial Standard
Klasifikasi/standar baja dibuat menurut hal berikut :
  • Proses pembuatan / bentuk produk
    • contoh : plate, sheet, forgings, wire, pipe
  • Kekuatan
    • contoh : DIN ST,50 (tensile strength > 50 KGFNINI2), JIS SS 41 (tensile strength > 41KGF/MM2)
  • Komposisi Kimia
    • DIN 25CrMo4
    • JIN S45C
    • AISI 304
  • Nomor standar tanpa pola tertentu
    • contoh : ASTM A 106 (Seamless Pipe), ASTM A 210 (seamless tube for boiler and superheater)
Standar AISI / SAE membuat klasifikasi baja secara komprehensif berdasarkan komposisi kimia. Pada dasarny baja karon dan baja paduan rendah diberi kode klasifikasi 4 digit :
  • Digit ke 1 dan 2 menyatakan kelompok/jenis paduan
  • Digit ke 3 dan 4 menyatakan kadar karbon nominal
Klasifikasi AISI / SAE
sumber : http://www.weldersuniverse.com/images/steel_classifications.jpg


Senin, 17 Oktober 2016

Praktikum 2 Bahan Bangunan Laut

Pada praktikum kali ini, kami menentukan rancangan dalam pembuatan beton. Kelompok kami akan membuat campuran beton. Beton yang kami buat adalah beton k-200.


  1. Pemilihan angka slump
    • Pada pembuatan beton kali ini, kami memilih slump sebesar 100 mm
  2. Pemilihan ukuran maksimum agregat kasar
    • Berdasarkan agregat yang kami miliki, ukuran maksimumnya adalah 2,5 cm
  3. Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara
    • Pembuatan kami adalah tanpa penambahan udara. Berdasarkan tabel yang disediakan, untuk slump 100mm dan ukuran maksimum agregat kasar adalah 25 mm, maka dibutuhkan air 190kg/m3 dengan udara tersekap 1,5%
  4. Pemilihan nilai perbandingan air semen
    • Menggunakan rumus fm = fc' + 1,64 sd
    • fc' kami adalah 20mpa (beton k-200)
    • Kondisi pengerjaan baik, standar deviasi = 4
    • Maka fm yang didapat adalah 26,56
    • Dari fm, maka didapatkan W/C ratio adalah 0,63655
  5. Perhitungan kandungan semen'
    • Menggunakan perbandingan air semen dan air yang telah diketahui, maka didapatkan bahwa semen yang kami butuhkan adalah 322,14 kg
  6. Estimasi kandungan agregat kasar
    • Dari tabel 3.9 pada modul praktikum, dengan fineness modulus 2,963 kami gunakan interpolasi sehingga didapatkan persentase agregat kasar adalah 65,37%
    • Faktor koreksi untuk slump 100mm adalah 1
    • Maka kandungan agregat kasar yang akan digunakan adalah 844,32 kg untuk 1 m3 beton
  7. Estimasi kandungan agregat halus
    • Volume agregat halus didapatkan dari mengurangi volume beton (1m3) dengan volume agregat kasar, air, semen, serta udara sehingga didapat volumenya adalah 0,33274 m3
    • Massa agregat halus adalah volume dikalikan dengan berat jenis nya, sehingga didapatkan 804,56 kg



Praktikum 1 Bahan Bangunan Laut


Postingan ini berisi hasil praktikum pertama kuliah Bahan Bangunan Laut. Ini adalah foto wajah ceria kami saat menjalani praktikum




Pemeriksaan Berat Volume Agregat

Tujuan :
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung berat volume agregat kasar dan agregat halus. Berat volume digunakan untuk menentukan proporsi agregat yang digunbakan dalam campuran

Alat :
  • Timbangan dengan ketelitian 0,1% berat contoh
  • Talam kapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
  • Tongkat pemadat diameter 15mm, panjang 60cm yang ujungnya bulat, terbuat dari baja tahan karat
  • Mistar perata
  • Sekop
  • Wadah baja yang cukup berbentuk silinder
Benda uji :
  • Agregat halus
  • Agregat kasar

Langkah pengerjaan :
Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas wadah sesuai dengan tabel yang diberikan di buku praktikum. Keringkan dengan oven pada suhu (110 ± 5)oC sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji

  1. Berat isi lepas 
    1. Timbanglah dan catatlah berat wadah 
    2. Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-butir sampai penuh 
    3. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata 
    4. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji 
    5. Hitung berat benda uji 
  2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1mm (1,5") sampai 101,1 mm (4") dengan cara penggoyangan
    1. Timbang dan catat berat wadah
    2. Isi wadah dengan benda uji dalam iga lapis yang sama tebal, setiap lapis dipadatkan dengan ongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata
    3. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
    4. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji
    5. Hitung berat benda uji
Hasil percobaan :
Berat isi agregat = Berat benda uji/volume

Dari hasil tersebut, kami mendapatkan berat volume dengan cara mencari rata-rata dari hasil percobaan kami, dan berat volume yang kami dapatkan adalah :
  • Berat volume agregat halus
    • Kondisi padat : 1,564 kg/L
    • Kondisi gembur : 1,4611kg/L
  • Berat volume agregat kasar
    • Kondisi padat : 1,4396 kg/L
    • Kondisi gembut : 1,2916 kg/L

Analisis Saringan Halus dan Agregat Kasar

Tujuan :
Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat halus dan agregat kasar dengan uji saringan. Distribusi ukuran partikel agregat nantinya dapat kita ketahui dengan cara melihat kurva gradasi dan modulus kehalusan dari agregat.

Alat :
  • Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari benda uji
  • Satu set saringan ukuran sesuai yang diberikan di buku praktikum
  • Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)°C
  • Alat pemisah contoh (sample splitter)
  • Mesin penggetar saringan
  • Talam-talam
  • Kuas, sikat kawat, sendok, dan alat lainnya
Benda uji :
Agregat yang sudah disediakan

Prosedur :
  1. Keringkat agregat sampel tes dengan berat yang telah ditentukan pada temperatur 110 ± 5°C, kemudian dinginkan pada temperatur ruangan
  2. Timbang kembali berat sampel agregat yang digunakan
  3. Persiapkan saringan yang akan digunakan
  4. Setelah saringan disusun, letakan sampel agregat diatas saringan
  5. Goyangkan saringan
  6. HItung berat agregat pada masing-masing nomor saringan
Hasil percobaan :
Agregat halus


Modulus elastisitas agregat halus :
  • Kelompok A : 4,184
  • Kelompok B : 3,968
  • Kelompok C : 4,12
Maka modulus elastisitas agregat halus : 4,09


Agregat kasar

Modulus kehalusan agregat kasar :
  • Kelompok A : 2,9838
  • Kelompok B : 3,066
  • Kelompok C : 2,84
Maka modulus kehalusan agregat kasar yang diuji adalah 2,963

Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus

Tujuan :
Menentukan persentase kandungan lumpur yang ada pada agregat halus. Syarat agregat halus bisa digunakan adalah bila kandungan lumpur <5%.

Alat :
  1. Gelas ukur
  2. Alat pengaduk
Benda uji :
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan dengan bahan pelarut biasa.

Prosedur :
  1. Contoh benda uji dimasukkan kedalam gelas ukur
  2. Tambahkan air pada gelas ukur guna melarutkan lumpur
  3. Gelas dikocok untuk mencuci agregat halus dari lumpur
  4. Simpan gelas pada tempat datar dan biarkan lumpur mengendap setelah 24 jam
  5. Ukur tinggi pasir dan tinggi lumpur
Hasil percobaan :
Dari hasil pengamatan kami. Volume pasir adalah 139 mL, sedangkan volume lumpur 19 mL. Bila dihitung persentasenya, maka akan didapatkan persentase lumpur sebesar 12,025%. Oleh karena itu, maka agregat halus yang diuji tidak dapat digunakan untuk material beton.



Pemeriksaan Kadar Organik dalam Agregat Halus

Tujuan :
Memeriksa kadar organik pada agregat halus agar kita tahu kadar organik yang terkandung dalam agregat tersebut. Hal ini harus dilakukan untuk menentukan apakah agregat layak digunakan atau tidak, sebab agregat dengan kandungan organik melebihi yang telah ditentukan dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan

Alat :
  1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup yang berbahan tidak bereaksi dengan NaOH (vol = 350ml)
  2. Standar warna (organic plate)
  3. Larutan NaOH (350 ml)
Benda uji :
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 botol)

Prosedur :
  1. Masukan 115 ml pasir kedalam botol tembus pandang
  2. Tambah larutan NaOH 3%. Setelah dikocok isinya harus kira-kira 3/4 volume botol
  3. Tutup botol gelar tersebut, kocok hingga lumpur yang menempel terpisah dari agregat. Biarkan selama 24 jam agar lumpur mengendap
  4. Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan yang terlihat dengan standar warna no.3 pada organic plate
Hasil percobaan :
Setelah dibandingkan dengan no 3, ternyata warna cairan sama. Maka agregat masih layak untuk digunakan.


Pemeriksaan Kadar Air Agregat

Tujuan :
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar air yang terkandung pada suatu agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat agregat dalam kondisi kering terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persentase.

Agregat Halus
Alat :

  1. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
  2. Oven suhunya dapat diatur sampai (110 ± 5)°C
  3. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan benda uji
Benda uji :
Berat minimum contoh agregat dengan diameter 5 mm adalah 0,5kg

Prosedur :
  1. Timbangan dan catat berat talam
  2. Masukan benda uji kedalam talam, dan kemudian berat talam + benda uji ditimbang. Catat beratnya
  3. Hitung berat benda uji
  4. Keringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C hingga beratnya tetap
  5. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam
  6. Hitunglah berat benda uji kering
Hasil percobaan :


Kadar air rata-rata :
  • Agregat halus : 11,5735%
  • Agregat kasar : 6,74%

Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

Tujuan : 
Menentunkan specific gravity dan penyerapan agregat halus. Dari specific gravity dapat menentukan nilai bulk specific gravity, bulk specific gravity SSD, atau apparent specific gravity.

Alat :
  1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau kurang yang mempunyai kapasitas minimum sebesar 1000 gram atau lebih
  2. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
  3. Cetakan kerucut pasir
  4. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
Prosedur :
  1. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering dengan indikasi contoh tercurah dengan baik
  2. Sebagian dari contoh dimasukan dalam metal sand cone mold. Benda uji dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah tumbukan adalah 25 kali. Kondisi SSD diperoleh, jika cetakan diangkat, pasir mengalami longsor (tidak ada gumpalan).
  3. Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukan kedalam piknometer. Kemudian piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang-goyangkan piknometer, rendam piknometer dengan suhu air 73,4F selama 24 jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air
  4. Poisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu 213 F. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam (1 hari)
  5. Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada temperatr 74,3 F dengan ketelitian 0,1 gram

Hasil percobaan :
Dengan mencari rata-rata hasil dari pekerjaan 3 kelompok, maka kita dapatkan :
Apparent Specific Gravity : 2,827
Bulk Specific Gravity Kondisi Kering : 2,0846
Bulk Specific Gravity Kondisi SSD : 2,3431
Persentase absorpsi : 12,4767%


Agregat Kasar

Alat :
  1. Tmbangan dengan ketelitian 0,5 gram yang mempunyai kapasitas 5 kg
  2. Keranjang besi diameter 203,2 mm (8") dan tinggi 63,5 mm (2,5")
  3. Alat penggantung keranjang
  4. Handuk atau kain pel
Benda uji :
Berat contoh agregat disiapkan sebanyak 11 liter dalam keadaan SSD. Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan. Butiran agregat lolos saringan no. 4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji.

Hasil percobaan :
Dengan mencari rata-rata dari hasil tiga kelompok, maka didapatkan :
Apparent Specific Gravity : 2,87
Bulk Specific Gravity kondisi kering : 2,617
Bulk Specific Gravity Kondisi SSD : 2.706
Persentase absorpsi air : 3,3313%

Minggu, 16 Oktober 2016

TUGAS 04- KL 2105 BANGAN BANGUNAN LAUT

SERANGAN KLORIDA PADA BETON


- Merupakan penyebab utama korosi pada struktur beton di lingkungan laut
- Unik karena menimbulkan korosi pada tulangan beton, namun tidak menyebabkan kerusakan pada material beton
- Ion klorida menyerang lapisan pasif. Ketika konsentrasinya pada permukaan mencapai jumlah tertentu (konsentrasi kritis), lapisan pasif pada tulangan bisa hancur biarpun dalan keadaan pH tinggi

Jenis-jenis korosi klorida :
  • Korosi pitting atau korosi sumuran
    • DIawali dengan pembentukkan lubang-lubang di lokasi-lokasi dimana lapisan pasifnya hancur
    • MErupakan serangan korosi yang paling berbahaya untuk tulangan karena keberadaan daerah anoda yang amat aktif dan terlokalisasi yang dikombinasi dengan daerah katoda yang luas serta proses krosinya yang self catalysis, akan menyebaban reduksi yang cepat dari luas penampang tulangan, seringkali tanpa adanya indikasi yang tampak pada permukaan beton
  • Korosi merata atau uniform corrosion
    • Terjadi pada serangan karbonasi seluruh lapisan pasif tulangan sehingga penyebabkan depasivasi setelah menurunnya nilai pH. 

Mekanise penetrasi klorida :
  1. Ionisasi Fe menjadi ion Fe positif
  2. Ion Fe positif bereaksi dengan ion klorida membentuk FeCl2'
  3. Komponen besi klorida yang terlarut dalam air pori beton meningkatkan keasaman lingkungan lubang korosi dan menurunkan nilai pH beton
  4. Klorida bebas yang di regenerasi dalam proses akan meningkakan laju korosi pada lubang sumuran
Siklus retak-korosi-retak
sumber https://sasonov.files.wordpress.com/2008/04/01.jpg

Masa/umur layan (service life) adalah perioda saat struktur dapat memenuhi fungssi strukturalnya

Kebutuhan untuk memprediksi service life yang akurat disarkan pada :

  • Untuk di lingkungan laut, pada umumnya hanya berumur setengah dari prediksi
  • Biaya rehabilitasi struktur beton bertulang akibat korosi sangat tinggi
Faktor utama dalam memprediksi proses pentetrasi ion klorida kedalam beton :
  • Koefisien difusi ion klorida
  • Jumlah konsentrasi klorida kritis pada permukaan tulangan
Pemodelan kerusakan korosi dan umur layan (Tuutti, 1982)
sumber https://www.researchgate.net/profile/Sez_Atamturktur/publication/259780663/figure/fig1/AS:297309263941639@1447895460620/Figure-5-Corrosion-degradation-trends-over-time-Source-Tuutti-1982.png
Dari grafik diatas, pemodelan umur layan didasarkan pada kerusakan yang disebabkan oleh korosi tulangan dibedakan menjadi 3, yaitu :
  1. Model bebas korosi (bagian kiri garis titik-titik)
    • Penentuan umur layan didasarkan pada kentetuan tidak boleh ada korosi
  2. Model kerusakan korosi yang masih diterima  (Bagian kanan garis titik-titik)
    • Penentuan umur layan didasarkan pada ketentuan boleh ada korosi pada batas yang masih diterima
  3. Model Kerusakan Akhir (Setelah tahap propagation)
    • Penentuan umur layan didasarkan pada kondisi ultimate dari struktur (runtuh).
Tahap-tahap periode :
  1. Inisiasi - Dari saat klorida melakukan penetrasi melalui selimut beton sampai ketika konsentrasinya di permukaan tulangan mencapai nilai ambang batas tertentu (treshold value) yang menyebabkan terjadinya depasivasi tulangan
  2. Propagasi - Ketika tulangan sudah mengalami depasivasi sampai mengalami retak dan spalling
  3. Tahap akhir - Batas umur layan dari struktur
Umur layan struktur : inisiasi + propagasi (batas yang masih bisa diterima)

Prediksi umur layan merupakan hal yang kompleks karena sangat mempengaruhi penggunaan dari beton tersebut. Model prediksi harus reliable dan memperhitungkan kombinasi antara beberapa mekanisme.

Mekanisme penetrasi klorida melalui selimut beton :
  • Difusi (dominan pada zona terendam)
  • Gaya Kapiler (dominan pada zona pasang surut dan splash)
  • Permeasi dan difusi (dominan pada zona pasang surut dan splash)
Persamaan terjadinya difusi dapat dihitung dengan menggunakan hukum kedua fick

Asumsi dalam persamaan difusi Fick :
  • Proses difusi dianggap non-steady state
  • Ion klorida berdifusi satu arah atau sati dimensi
  • Koefisien difusi dan konsentrasi klorida konstan terhadap waktu
  • Koefisien difusinya tidak berubah dengan perubahan kedalaman selimut beton
  • Koefisien difusi tidak berubah dengan perubahan konsentrasi klorida dalam beton
Koefisien Difusi (Dc)
  • Bukan suatu konstanta, tetapi tergantung dari beton, perbandingan air semen, jumlah dan difusivitas agregat, kelembaban relatif, temperatur dan mikro struktur dari pasta semen dan agregat dan jenis dan lamanya perawatan
  • BUkan suatu konstanta untuk suatu kondisi exposure tertentu
  • Amat tergantung pada waktu, dibanding pada jarak dan konsentrasi
  • Koefisien difusi akan menurun dengan waktu
Solusi persamaan difusi fick untuk zona terendam dan zona pasang surut :

Solusi persamaan difusi fick untuk splash zone :

Beberapa sumber klorida dalam beton :
  • Saat proses pencampuran
    • Air laut sebagai air campuran
    • Akseletator yang mengandung klorida
    • Agregat yang terkontaminasi klorida
  • Pada beton yang sudah mengeras melalui difusi
    • Penggunaan garam pengencer
    • Pembasahan dan pengeringan air laut
    • Penggunaan bahan kimia yang mengandung klorida
  • Terdapat juga dalam bentuk berikut
    • Ion klorida bebas dalam larutan air pori
    • Terikat secara kimiawi dengan produk hidrasi semen
    • Terserap secara fisik kedalam gel semen
Faktor-faktor yang menentukan tingkat konsentrasi klorida permukaan di permukaan struktur beton, antara lain :
  • Lokasi terhadap sumber klorida
  • Kondisi lingkungan (hujan dan arah angin)
  • Material